Permasalahan sampah seperti tidak ada habisnya, apalagi di Indonesia. Bahkan Indonesia tercatat sebagai negara penghasil sampah terbesar ke-5 di dunia pada 2020. Hal ini tercatat dalam laporan Bank Dunia yang bertajuk The Atlas of Sustainable Development Goals 2023. Menurut laporan tersebut, pada 2020 Indonesia memproduksi sekitar 65,2 juta ton sampah. Kalau ditelisik lagi, komposisi sampah di Indonesia didominasi oleh sampah organik. Sampah organik bedampak langsung pada lingkungan, selain bau yang menyengat, sampah organik juga bisa menghasilkan gas metana yang memicu pemanasan global.
Pada tahun 2018 lalu di Banyumas terjadi kelongsoran Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang mengakibatkan aroma busuk menusuk seantero kota hingga mencemari area pemukiman sehingga TPA tersebut terpaksa ditutup. Hal inilah yang memicu ide kreatif seorang Arky Gilang Wahab pria asal Banjaranyar Banyumas, Jawa Tengah untuk mengubah sampah menjadi rupiah. Selain bisa membantu mengatasi permasalahan penumpukan sampah organik, ide ini juga bisa berdampak di sektor ekonomi bagi warga sekitar.
Awalnya Arky mencoba mengolah sampah organik dengan metode komposting namun terkendala waktu. Mengolah sampah organik menjadi kompos dengan metode ini tidak bisa dilakukan secara masif serta memakan waktu hingga satu bulan lamanya, sedangkan sampah organik dari rumah tangga saja setiap hari selalu saja ada. Mulai dari kulit buah, sisa sayuran yang tidak terpiih hingga makanan sisa.
Kondisi dunia di masa depan harus lebih hijau dengan berbagai sektor bisnis berkelanjutan serta dorongan untuk bisa mengolah sampah organik secara masif dan dalam waktu singkat membuat Arky memutuskan terjun ke dunia bisnis pengelolaan sampah dengan membudidayakan maggot atau larva pengurai sampah organik pada 2018. Mungkin ada beberapa diantara kalian yang pernah melihat postingan tentang maggot di social media. Akupun pernah dan merasa kagum dengan cara maggot memakan dan mengolah sampah organik hanya dalam waktu singkat.
Maggot atau lalat tentara hitam (BSF) untuk mengolah sampah menjadi pupuk organik jauh lebih efisien dari sisi waktu ataupun biaya dibandingkan dengan cara komposting.
Berbeda dari jenis lalat yang biasa kita lihat, Lalat Tentara Hitam atau Maggot ini tidak menyebarkan penyakit.
Sedikit info tentang Maggot merupakan larva lalat yang dihasilkan dari siklus hidul Lalat Tentara Hitam / Black Soldier Fly (BSF). Maggot mampu mengkonsumsi sampah organik sebanyak 5-10 kali berat tubuhnya. Lalat ini suka sekali memakan sampah organik dan sampah hasil fermentasi. Karena Maggot hanya mengkonsumsi makanan organik dari sampah rumah tangga, sehingga Maggot memiliki kandungan protein yang baik untuk digunakan sebagai pakan ternak.
Kesempatan inilah yang digunakan Arky untuk mengubah sampah jadi rupiah serta bisa membantu pengelolaan sampah di sekitar Banyumas yang saat itu memang pada tahun 2018 lalu sedang darurat sampah akibat hujan deras dan penutupan TPA terbesar disana.
Di tahun 2018, Arky mulai mencoba budidaya maggot di halaman belakang rumahnya. Kala itu mereka berhasil mengolah hingga 10 ton sampah. Hingga akhirmya pada tahun 2019 Arky berniat untuk mengembangkan bisnis ini ke tingat industri. Pengambangan ini akhirnya berhasil dilaksanakan pada akhir 2020 ketika mendapat dukungan dari pemerintah daerah melalui Dinas Lingkungan Hidup Banyumas yang turut mengirimkan sampah organik. Kala itu, Arky Gilang Wahab juga terpilih menjadi Ketua Duta Petani Milenial Banyumas tahun 2021-2023.
Bukan tanpa kendala, bisnis Maggot yang dijalankan Arky juga sempat mengalami hambatan. Lokasi yang digunakan untuk pengolahan sampah sempat mengalami kelebihan kapasitas sebesar 2 ton dan diprotes warga setempat. Hal ini terjadi karena sampah tersebut sempat tidak diolah selama dua hari pada masa libur Lebaran hingga mengeluarkan bau tidak sedap. Pengiriman sampah dari dinas lingkungan hidup pun dihentikan sementara.
Masalah tersebut tidak membuat Arky patah semangat karena menurutnya Maggot sudah mampu membantu pengolahan sampah organik sebanyak 3-4 ton per hari sehingga sangat disayangkan jika upaya ini harus dihentikan. Kemudian Arky berkesempatan untuk bekerjasama dengan Kelompok Swadaya Masyarakat, sebagian sampah bisa dikirmkan ke KSM yang lokasinya agak jauh dari pemukiman warga. Kerjasama inipun mampu mengadakan tiga mesin pemilah sampah organik.
Bisnis pengolahan sampah dengan budidaya maggot yang dilakukan Arky dan KSM terus berkembang sampai saat ini. Apabila tidak ada kendala teknis, pengolahan sampah dapat mencapai 10-12 ton per hari atau 14-16 truk jungkit per hari. Anggota KSM yang bermitra dalam pengolahan sampah ini juga telah mencapai lebih dari 100 orang.
Dengan berjalannya waktu bisnis budidaya Maggot ini berhasil mendulang rupiah. Pengolahan sampah dengan budidaya maggot ini diakui telah memberikan dampak finansial secara langsung kepada lebih dari 200 orang, yakni karyawan dan anggota KSM. Penerima manfaat ini termasuk pengguna pupuk organik yang diproduksi Arky, seperti kelompok petani dan kelompok budidaya ikan.
Upaya dan perjuangan Arky melakukan budidaya maggot hingga turut berperan mengatasi darurat sampah Banyumas ini mendapat perhatian dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah luar daerah, media, hingga swasta. Kontribusi nyata Arky terhadap permasalahan lingkungan dan sosial bahkan membawanya meraih penghargaan Satu Indonesia Awards dari Astra pada tahun 2021 yang lalu.
Kini Arky mendirikan sebuah perusahaan yang diberinya nama Greenprosa. Greenprosa merupakan perusahaan socio enterprise yang bergerak dan berfokus pada pemberdayaan masyarakat. Bersama Greenprosa, Arky berharap bisa semakin memberdayakan masyarakat di sekitarnya khususnya di bidang pertanian, peternakan dan pengelolaan sampah.
Salah satu pencapaian Arky di tahun 2022 adalag Greenprosa dipercaya mengolah sampah organik beberapa tempat wisata, salah satunya Taman Safari Indonesia. Hingga kini, omset yang mampu dirainya mencapai 500juta rupiah setiap bulannya. Wow!!
Berawal dari kepedulian akan masalah penumpukan sampah ini akhirnya bisa membawanya membantu memberdayakan ribuan masyarakat sekitar wilayah tinggalnya dan cuan yang dihasilkan pun tidak main-main. Jadi, mau coba budidaya Maggot di rumah kalian?
No comments :
Post a Comment